21 Desember 2013

Mercusuar Putih

Sebangun beton berdiri di intaian tipis cakrawala
Disinari secercah cahaya matahari
Sorotan kobar api menyala di puncak benara
Merasuki jiwa yang sepi

Robekan cat putih berdarah di sisi dinding
Goresan tangan di bayang-bayang kaca pipih
Dentuman ombak membasahi pijakan batu
Memecah keheningan rindu yang saru

Di bayang abu-abu karang merah,
Terduduk seorang putri raja
Menatap sunyi, ke ujung samudera.
Menunggu kedatangan sang pangeran muda.

Kelam seperti meraung
Dari gelapnya aura Mercusuar Putih,
Satu persatu, sang putri menanggalkan busana hitamnya
Melangkah perlahan, menuju pintu kayu
Menatap sepasang mata merah di depannya.

Balutan awan bak kapas turun menutup horizon
Gertakan petir meledak mengiringi tetesan hujan
Membasahi dinding karat rapuh,
Memadamkan sorotan api di pucuk
sang Mercusuar Putih.



Kelabu kabut memudar
Cakrawala kembali bersinar,
Harapan kembali hadir
Mewarnai atmosfer jiwa.

Pintu kayu terbanting keras
Sayup-sayup cahaya menyinari latar.
Terlihat
Sosok tubuh telanjang sang putri raja,
Dengan leher terikat tambang coklat
Berayun di tengah ruangan,
Mengikuti irama senandung malam
sang Mercusuar Putih.



















Rafi
21 Desember 2013

18 Desember 2013

Sekali Lagi

Dunia,
Sebuah tempat di mana hubungan terjadi
Entah itu adalah kemarahan pengemudi bus terhadap penumpangnya
Atau transaksi seorang pegawai kantor dengan kasir kedai kopi
Atau seorang wakil rakyat menjilat bokong atasannya demi uang
Atau entah itu hanyalah dua orang sederhana,
Yang berusaha untuk saling mencintai.

Jika semua hal di dunia ini memiliki wajah,
Masihkah ada orang yang ingin bersamaku?
Karena, aku yakin
Hatiku akan memiliki banyak luka,
Yang tetapi, kadang
Ia akan tetap berusaha untuk tersenyum.
Saat dirinya ada di sekitarku.


Aku tak tahu mana yang lebih buruk
Mencintai, atau dicintai
Walaupun bintang-bintang bersinar cerah,
Walaupun angin berhembus ke ujung cakrawala,
Pada akhirnya, keduanya hanya akan meninggalkan luka.

Apakah cinta memerlukan akal?
Apakah ada teori sains untuk cinta?
Kenapa ia menghadirkan kehangatan?
Kenapa ia menimbulkan kebahagiaan?
Kenapa
Ia bisa melukai?

Sepertinya aku terlalu berandai-andai
Bahkan bulan pun memperingatiku
Aku telah berkelana terlalu jauh,
Hatiku dilukai terlalu parah
Tak ada waktu lagi.
Tak ada gunanya menunggu sesuatu yang tak nyata.


Awan malam menutupi cerah rembulan
Cahaya bintang menerangi malam dengan remang
Kesunyian dan kesepian merasukiku
Dingin menusuk dadaku
Rindu ini memakanku dari dalam.

Di malam yang kelam ini,
Ditemani embun dari hela napasku,
Aku menatap keluar jendela
Menatap dirinya.

Kepalanya berpaling kepadaku
Ia menatap sebentar, lalu
Tersenyum manis.
Melambaikan tangannya.
Seolah
Memberiku harapan,
Sekali lagi.


Terima kasih.




















Rafi
18 Oktober 2013

Dalam Pelukanku

'Dorong!' teriak suster
Aku memegangi istriku, erat
Erangannya yang pilu,
Keringatnya yang mengalir deras

Ia berhenti,
Dokter menunduk
Menatap kami berdua.
'Maafkan kami' katanya

Istriku menangis histeris.

… 

Sebuah pagi yang cerah
Dentuman jendela membangkitkanku dari mimpi
Tirai merahku tak mau berhenti bergoyang
Sebuah siluet tertangkap di hamparan cahaya matahari
Siluet seorang wanita.

Rambutnya melambai seperti bunga dandelion
Tangannya yang bertolak pinggang
Dengan tangan satunya menutup mulut
Menunduk.

Kubuka tirai merahku
Dia berdiri di sana,
Air mata menuruni pipinya
Dia melihatku, tersenyum
Mengecupku sunyi.


Secangkir kopi terhidang di hadapanku
Dia menatapku dari dapur
Terisak
Tersenyum terpaksa,
Ada apa, sayang?

Dia memegangi perutnya,
Terjatuh.
Gelas kaca pecah di sisinya,
Seiring dengan botol obat tidur, kosong.
Aku memegangnya, erat
'Maafkan aku' bisiknya.


Tubuhnya terbaring di dalam peti
Terlelap damai
Tersenyum tipis.

Aku meletakkan melati terakhirku,
Bunda memelukku, erat
Terisak.
Aku terjatuh,
Berlutut, menghadap tubuhnya
Menangis keras.
Berteriak.

Kenapa?
Kenapa kamu memutuskan untuk menyerah?
Ingatkah janji yang kita buat?
Bagaimana dengan kalimat sehidup semati?
Bukankah kita menjalani hidup ini bersama?
Apakah kamu berharap aku untuk bertahan?
Tanpamu?

… 

Sayang?
Aku tersesat,
Maukah kamu kembali padaku?
Ke dalam pelukanku?

















Rafi
18 Desember 2013

Tamat

Aku teringat 
Saat kita terduduk bersama
Pertama kali
Di bangku kayu kelas ini
Melepas tawa
Mengumbar cita

Terkilas kembali
Bagaimana kita membunuh waktu
Ditemani kesetiaan cahaya matahari
Dibawah hangatnya atap mahoni
Dan hembusan hangat angin pagi

Terpikir kembali
Kebodohan yang kita lalui bersama
Lelucon dan senda gurau
Kelakar dan permainan kata
Senyum lebar yang tak ada habisnya

Teringat kembali
Setiap hari, setelah bel berbunyi
Kita beristirahat bersama,
Berbagi riwayat perjalanan
Sejauh mata memandang.


Sampai tiba di sebuah titik,
Engkau terbaring lemas
Di selipat ranjang putih yang datar
Engkau tersenyum
'Aku baik-baik saja'
Senyummu sekali lagi terukir

Sampai akhirnya Tuhan memanggil
Bunyi panjang elektrokardiogram mengiringi napas terkahirmu
Bunyi ucapan selamat tinggal,
Bunyi sebuah penghabisan,
Bunyi kematian.
'Tamat'.

Matamu tertutup.


Kadang, saat angin menghangatkan hidup
Badai datang merusak damai
Kadang, saat kita berayun sayu
Hujan hadir mengguyur
Kadang, Takdir memang tak adil
Dan kadang, satu-satunya yang bisa kita lakukan
Hanyalah berharap.
Selamat tinggal.



Untuk Rio
Di atas sana



















Rafi
17 Desember 2013