20 Januari 2014

Biru Permata

Segelintir lirih kenangan melintasi mimpiku
Mengganggu bayang indah di lubuk khayalan
Bisikan maut seakan membelengguku beku
Menundukkan segala erangan untuk melepas bebas

Walaupun begitu,
Aku merasakan wajah yang tak asing
Yang begitu rupawan
Melirik pilu ke dalam hati yang beku
Mata biru permata setajam belati muda

Kurasa aku mengenalmu
Waktu dahulu, di tepi pintu kayu
Saat engkau meninggalkan belati muda itu
Di tubuh sang putri yang tergeletak kaku
Di pijakan kasar keramik biru.
Ya, kamu.

Gaun hitam panjang berbekas darah
Rambut hitam segelap malaikat kematian
Kulit jelita sepucat apel merah
Mata biru permata, setajam belati muda
Kamu,
Sang juwita, Meridia

Permata birumu merasuki jiwaku
Gagak hitam sepertinya telah menunggu
Tepi jurang kebebasan telah usai
Terukir kembali lekukan bibir berdarahmu
Dibayangi mata biru, setajam belati muda.

Pasang surut menghapus bersih riwayatku
Tinta merah membasahi lengan putihku
Aku terbaring di sini, tanpa daya
Di hadapan sang juwita, Meridia
Menatap sepasang mata biru permata
Setajam belati muda

Kilat perak menembus jantung merahku
Bedak putih luntur menodai genangan darah kotor
Mengalir di bawah sesosok tubuh nan elok,
Sang juwita, Meridia
Dengan mata tajamnya, menatap mataku
Memantulkan aura kematian
Berbayang biru permata.






















Rafi
20 Januari 2013